Oleh : A'yan Galang Lombok / Hk Ekonomi Syari'ah 5
Syukur
alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah subahanahu wata’ala
karenanyalah, sampai saat ini penulis masih diberikan kesehatan. Shalawat
serta salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW,
berkat perjuangan beliaulah, Islam mapu kita rasakan sampai saat ini.
Kata “pemimpin” selalu identik dengan kata
“penguasa”. Namun sungguh sangat disayangkan ketika kepemimpinan akan suatu
penguasaan seringkali disalahgunakan, bukan karena kecerdasan intelektualitas
mereka yang belum memadai, melainkan belum terciptanya standar baku untuk para
pemimpin tersebut. Maka dalam hal ini, standar baku yang penulis maksudkan
adalah Al-Qur’an. Tentu
disini, al-qur’an harus menjadi fundamen utama bagi setiap pemimpin atau
penguasa,
khususnya Muslim.
Dewasa ini,
kepemimpinan seorang pemimpin muslim khususnya di Indonesia, lebih tampak pada
sisi-sisi negatif yang meliputi, penyelewengan kekuasaan, asusila, tindak
pidana (narkoba, suap, ilegaloging dsb). Walupun
terdapat sisi-sisi positif, hal tersebut tak sebanding dengan apa yang
diharapkan. Dan menurut hemat penulis, hal ini terjadi, karena kepemimpinan
yang disalahartikan.
Berdasarkan permasalahan diatas,
penulis ingin membahas lebih lanjut akan pentingnya Al-Qur’an sebagai fundamen
pemimpin bangsa, yang pada akhirnya akan memberikan sedikit pencerahan bagi
para pemimpin untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai undang-undang diatas
undang-undang, atau dengan bahasa lain, menjadikan Al-Qur’an sebagai super
power dan rujukan dalam setiap tindakan suatu kepemimpinan, dan olehnya, akan
membentuk kepemimpinan atau pemimpin-pemimpin yang berkarakter qur’ani.
Al-Qur’an Sebagai Fundamen Pemimpin Bangsa
Al-Qur’an
adalah kitab suci yang diyakini individu muslim sebagai sebuah kitab yang
berisi wahyu Allah SWT dan segala ragam hukum yang terdapat di dalamnya berada
diatas hukum apapun yang diciptakan oleh manusia,
sedangkan istilah pemimpin ialah seseorang yang memiliki kekuasaan penuh untuk
membawa serta mengarahkan masyarakat, kelompok dan sebagainya kepada hal-hal
yang positif.
Pindah dari kedua definisi singkat
diatas penulis akan mengulas keterkaitan singkat antara Al-Qur’an yang
dijadikan acuan dalam kepemimpinan yang kemudian akan berdampak pada
karakteristik pemimpin tersebut. Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman yang
artinya:
"Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu
mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil
pelajaran (daripadanya)". (Qs: Al-A’raf :3)
Dan dalam ayat lain Allah berfirman:
“Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang
kepadamu peringatan dari Tuhanmu yang dibawa oleh seorang laki-laki di antaramu
untuk memberi peringatan kepadamu? dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu
Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah
lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu
(daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan”. (Qs: Al-A’raf :69).
Disini dinyatakan bahwa
manusia dijadikan pengganti-pengganti (pemimpin, penguasa). Berikut ini adalah
beberapa kriteria-kriteria pemimpin menurut Al-Qur’an ialah.
1. Taat Kepada Allah dan Rasulnya
Firman Allah SWT, "Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya)”. (Qs: An-Nisaa’:59).
Sekilas, dari potongan ayat diatas mengingatkan bahwa seorang pemimpin haruslah tunduk pada hukum-hukum Allah dan Rasullullah,
bukan kepada otoritas hukum selain itu. Karena hal tersebut akan berdampak pada
taggung jawab pemimpin yang tengah digariskan Nabi dalam haditsnya yaitu, "Setiap kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang
dipimpinnya. Seorang penguasa adalah pemimpin bagi rakyatnya dan bertanggung
jawab atas mereka, seorang istri adalah pemimpin di rumah suaminya dan dia
bertanggung jawab atasnya. Seorang hamba sahaya adalah penjaga harga tuannya
dan dia bertanggung jawab atasnya. (HR Bukhari). Begitu pula dengan ayat yang terkandung dalam surat Yunus ayat 14
yang artinya, “Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi
sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat”.
2.
Ikhlas
Dalam Al-Qur’an ikhlas juga menjadi
karakteristik seorang pemimpin dan ikhlas disini selain sebagai salah satu dari
sekian kriteria pemimpin, juga merupakan kritik terhadap pemimpin yang selalu menuntut
hak tanpa peduli akan kewajiban. Adapun intens Ikhlas tentu, yang dimaksud
dalam hal ini adalah, posisi seorang pemimpin harus mampu terbuka untuk
menerima segala kritikan serta masukan dari apa yang dipimpin (Masyarakat) dengan
kata lain ia mampu menjadi selayaknya botol kosong yang siap diisi, mampu
menjadi teladan bagi orang lain. Sesuai dengan konteks Ikhlas diatas, Allah swt
berfirman yang artinya: “Kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya menaati kebenaran dan
nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”. (Qs: Al-‘Ashr :3).
Dan Itulah mengapa kesucian sangat
diutamakan dan ini tercermin dari kitab-kitab fiqih yang selalu diawali dengan
bab-bab Thaharah
(kesucian).
3.
Menempatkan Sesuatu Pada Tempatnya
Sebagai seorang pemimpin, sungguh
tidak disahkan jika ia tidak menaruh sesuatu pada tempatnya. Seseorang dengan
kemampuan tertentu pada jabatan yang seharusnya, karena penempatan sesuatu pada
tempatnya pernah disinggung Rasulullah yang diabadikan dalam hadits yang
artinya, "Barang siapa
yang menempatkan seseorang karena hubungan kerabat, sedangkan masih ada orang
yang lebih Allah ridhoi, maka sesungguhnya dia telah mengkhianati Allah,
Rasul-Nya dan orang mukmin". (HR Al Hakim).
Lagi-lagi humanisme menjadi bahasan
dalam kasus ini. Sepanjang penempatan pada tempatnya belum mampu terealisasikan
dengan baik, maka ketimpangan-ketimpangan akan acap kali terjadi. Di dunia
barat, karena humanisme yang begitu
tinggi, sehingga manusia dijadikan ukuran. Mereka sulit memosisikan kepemimpinan sebagaimana mestinya. Jadi,
sebagai seorang pemimpin muslim harus pandai dan cekatan memosisikan diri,
antara urusan pribadi dan
publik, karena hal ini akan berdampak pada keadilan, ketegasan serta keputusan
pemimpin itu sendiri.
4. Kuat dan Amanah
Jika ditinjau kembali tentang sejarah panjang perjalanan Nabi Muhammad SAW,
kuat dan amanah merupakan karakteristik pemimpin yang beliau teladankan kepada
para sahabat. Oleh karenanya, seorang pemimpin sejati mampu mengambil apa-apa
yang tengah diteladankan Nabi kepada para sahabat dan perintah ini sesuai
dengan Kalamullah yang artinya: "Salah seorang dari kedua wanita itu
berkata, "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita),
karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada
kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". (Qs : Al-Qashash:
26).
5. Profesional
"Sesungguhnya
Allah sangat senang pada pekerjaan salah seorang di antara kalian jika
dilakukan dengan profesional" (HR : Baihaqi)
Karakteristik terakhir
yang penulis paparkan ini merupakan suatu keahlian yang harus dimiliki oleh
seorang pemimpin muslim agar menjadi sosok pemimpin yang berkarakter qur’ani. Tanpa profesionalitas,
seorang pemimpin belum sampai pada taraf kepemimpinan yang baku, jika keahlian (memahami
al-Qur’an) dalam memimpin
sangat minim.
Solusi Terwujudnya Al-Qur’an Sebagai Fundamen Pemimpin Bangsa
Agar tercipta suatu ekosistem
kepemimpinan yang berkarakter qur’ani, tentu tidak seperti membalikan telapak
tangan, melainkan membutuhkan proses yang sangat panjang. Jika
hal ini dipikirkan akan sangat sulit untuk dikerjakan. Namun
sebalikanya, jika hal ini dijalankan maka akan terasa ringan dan mudah tanpa
harus dipikirkan.
Diantara solusi yang penulis tawarkan antara lain:
Pertama ialah Pembenahan pada pendidikan rumah tangga akan pentingnya
pemimpin-pemimpin masa depan yang berasaskan Al-Qur’an. Kedua, keteladanan
orang tua akan hal tersebut, Ketiga, menciptakan tradisi yang baik dalam
berumah tangga maupun bermasyrakat, dan yang Keempat adalah kembali pada
ajaran Al-Qur’an dan Sunnah sebagai rujukan dari setiap tindakan.
Sebagai suatu kesimpulan, dalam surat Ali-Imran
Allah SWT berfirman, “Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari
siksa neraka”, (Qs. Al-Imran; 191).
Dan dalam ayat lain Allah SWT berfirman,
“Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan
mengamankan mereka dari ketakutan”, (Qs : Qurisy; 4).
Maka dari kedua ayat singkat diatas
mampu menjadi ikhtisar penulisan Esay bahwa, Pemimpin yang menjadikan
Al-Qur’an sebagai Fundamen kepemimpinan adalah “mereka yang selalu ingat
kepada Allah SWT dalam setiap keadaan dan menjamin bahwa rakyatnya tidak
kelaparan dan dihantui rasa takut”, dengan ini realisasi “Al-Qur’an Sebagai Fundamen Pemimpin Bangsa”
dianggap penting, agar terbentuknya pemimpin-pemimpin yang berkarakter
al-qur’an yang tunduk kepada aturan-aturan Allah SWT yang telah dijelaskan
dalam firman-firman-Nya.
Gontor, Kampus Siman 14 September 2013
. Buka; "http://www.youtube.com", (Bachtiar Nasir “Membentuk
Pemimpin dan Umat Berkarakter Qur’ani”, seminar Nasional, Universitas Al Azhar
Indonesia, 11 Januari 2013).