Oleh : Muhammada Khafidh Ngawi / Ekonomi Syari'ah 5
Sebagai
Muslim yang beriman, sudah sepantasnya kita menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai
figur pemimpin serta suri teladan dalam segala hal. Akan tetapi, menjadi
teladan yang baik tidaklah semudah angkat bicara. Dibutuhkan suatu sikap dan
jiwa siap berkorban demi merealisasikannya. Dalam ranah kontemporer ini, banyak
sekali sikap pemimpin umat muslim yang tidak patut untuk dijadikan teladan bagi
rakyatnya. Terutama dalam efisiensi waktu.
Seorang
pemimpin perusahaan yang tidak dapat mengefisiensikan waktunya, akan berimbas
pada cara kerja karyawannya. Mereka cenderung mengikuti apa yang dilakukan
pimpinan perusahaannya. Bila pimpinannya saja terlambat masuk kerja, maka tidak
perlu kaget bila para karyawannya juga sering bolos kerja. Dan bila karyawan
ditegur, maka alasan yang tak terbantahkan akan terlontarkan, “Si Bos aja telat
sampai lebih dari sejam”.
Semakin
dewasa, seharusnya manusia harus dapat membedakan hal-hal yang penting, kurang
penting, dan tidak penting. Ingatkah ketika masih duduk di SD kita datang
setengah jam lebih awal dari jam masuk sekolah? Ketika SMP kita datang seperempat
jam sebelum masuk jam sekolah. Hingga akhirnya ketika kuliah seorang dosen
datang lebih awal daripada mahasiswanya. Dengan beribu alasan mahasiswa
mengutarakan alasan keterlambatannya. Padahal generasi muda merupakan generasi
penerus. Kalau generasi penerusnya dari waktu ke waktu semakin tidak dapat
menghargai waktu, maka akan dibawa ke mana umat muslim ke depannya?
Ironis
memang, tetapi di sinilah problematika terbesar suatu organisasi, perusahaan,
dan negara. Bergantinya fungsi teladan menjadi telatan merajalela. Oleh
karenanya, Allah SWT telah mengingatkan kita akan pentingnya waktu. Bahkan
Allah juga Bersumpah atas nam waktu:
والضحى﴿1﴾ والليل إذا سجى ﴿2﴾
“Demi
waktu dhuha. Dan demi (waktu) malam apabila telah sunyi.” (Adh-Dhuhaa: 1-2)
Sebegitu besarnya penghargaan Allah SWT kepada waktu. Sedangkan manusia
yang hanya sebatas makhluk-Nya malah berleha-leha dan menyia-nyiakan waktu
untuk hal-hal yang bermanfaat, malah mengerjakan hal-hal yang tidak berguna.
Tradisi teladan telah berubah menjadi telatan berefek pada generasi
penerus sebagai kaderisasi kita sekarang. “Guru kencing berdiri, murid kencing
berlari, muridnya murid kencing sambil terbang” mungkin inilah peribahasa yang
perlu kita garis bawahi dalam hal ini. Teladan akan melahirkan muslim yang baik
dan tepat waktu. Sedangkan telatan akan menimbulkan kemalasan dan kemerosotan
moral. So, what will we choose, “teladan atau telatan?”
Gontor, Kampus Siman 14 September 2013
0 comments:
Post a Comment