Saturday, September 14, 2013

Teladan vs Telatan

Oleh : Muhammada Khafidh Ngawi / Ekonomi Syari'ah 5
Sebagai Muslim yang beriman, sudah sepantasnya kita menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai figur pemimpin serta suri teladan dalam segala hal. Akan tetapi, menjadi teladan yang baik tidaklah semudah angkat bicara. Dibutuhkan suatu sikap dan jiwa siap berkorban demi merealisasikannya. Dalam ranah kontemporer ini, banyak sekali sikap pemimpin umat muslim yang tidak patut untuk dijadikan teladan bagi rakyatnya. Terutama dalam efisiensi waktu.
Seorang pemimpin perusahaan yang tidak dapat mengefisiensikan waktunya, akan berimbas pada cara kerja karyawannya. Mereka cenderung mengikuti apa yang dilakukan pimpinan perusahaannya. Bila pimpinannya saja terlambat masuk kerja, maka tidak perlu kaget bila para karyawannya juga sering bolos kerja. Dan bila karyawan ditegur, maka alasan yang tak terbantahkan akan terlontarkan, “Si Bos aja telat sampai lebih dari sejam”.
Semakin dewasa, seharusnya manusia harus dapat membedakan hal-hal yang penting, kurang penting, dan tidak penting. Ingatkah ketika masih duduk di SD kita datang setengah jam lebih awal dari jam masuk sekolah? Ketika SMP kita datang seperempat jam sebelum masuk jam sekolah. Hingga akhirnya ketika kuliah seorang dosen datang lebih awal daripada mahasiswanya. Dengan beribu alasan mahasiswa mengutarakan alasan keterlambatannya. Padahal generasi muda merupakan generasi penerus. Kalau generasi penerusnya dari waktu ke waktu semakin tidak dapat menghargai waktu, maka akan dibawa ke mana umat muslim ke depannya?
Ironis memang, tetapi di sinilah problematika terbesar suatu organisasi, perusahaan, dan negara. Bergantinya fungsi teladan menjadi telatan merajalela. Oleh karenanya, Allah SWT telah mengingatkan kita akan pentingnya waktu. Bahkan Allah juga Bersumpah atas nam waktu:
والضحى﴿1  والليل إذا سجى ﴿2
“Demi waktu dhuha. Dan demi (waktu) malam apabila telah sunyi.” (Adh-Dhuhaa: 1-2)
Sebegitu besarnya penghargaan Allah SWT kepada waktu. Sedangkan manusia yang hanya sebatas makhluk-Nya malah berleha-leha dan menyia-nyiakan waktu untuk hal-hal yang bermanfaat, malah mengerjakan hal-hal yang tidak berguna.
Tradisi teladan telah berubah menjadi telatan berefek pada generasi penerus sebagai kaderisasi kita sekarang. “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari, muridnya murid kencing sambil terbang” mungkin inilah peribahasa yang perlu kita garis bawahi dalam hal ini. Teladan akan melahirkan muslim yang baik dan tepat waktu. Sedangkan telatan akan menimbulkan kemalasan dan kemerosotan moral. So, what will we choose, “teladan atau telatan?”

Gontor, Kampus Siman 14 September 2013

0 comments:

Post a Comment