Saturday, September 14, 2013

Al-Qur’an Sebagai Fundamen Pemimpin Bangsa

Oleh : A'yan Galang Lombok / Hk Ekonomi Syari'ah 5

Syukur alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah subahanahu wata’ala karenanyalah, sampai saat ini penulis masih diberikan kesehatan. Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW, berkat perjuangan beliaulah, Islam mapu kita rasakan sampai saat ini.
     Kata “pemimpin” selalu identik dengan kata “penguasa”. Namun sungguh sangat disayangkan ketika kepemimpinan akan suatu penguasaan seringkali disalahgunakan, bukan karena kecerdasan intelektualitas mereka yang belum memadai, melainkan belum terciptanya standar baku untuk para pemimpin tersebut. Maka dalam hal ini, standar baku yang penulis maksudkan adalah Al-Qur’an. Tentu disini, al-qur’an harus menjadi fundamen utama bagi setiap pemimpin atau penguasa, khususnya Muslim.

Dewasa ini, kepemimpinan seorang pemimpin muslim khususnya di Indonesia, lebih tampak pada sisi-sisi negatif yang meliputi, penyelewengan kekuasaan, asusila, tindak pidana (narkoba, suap, ilegaloging dsb). Walupun terdapat sisi-sisi positif, hal tersebut tak sebanding dengan apa yang diharapkan. Dan menurut hemat penulis, hal ini terjadi, karena kepemimpinan yang disalahartikan.
          Berdasarkan permasalahan diatas, penulis ingin membahas lebih lanjut akan pentingnya Al-Qur’an sebagai fundamen pemimpin bangsa, yang pada akhirnya akan memberikan sedikit pencerahan bagi para pemimpin untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai undang-undang diatas undang-undang, atau dengan bahasa lain, menjadikan Al-Qur’an sebagai super power dan rujukan dalam setiap tindakan suatu kepemimpinan, dan olehnya, akan membentuk kepemimpinan atau pemimpin-pemimpin yang berkarakter qur’ani.

Al-Qur’an Sebagai Fundamen Pemimpin Bangsa

Al-Qur’an adalah kitab suci yang diyakini individu muslim sebagai sebuah kitab yang berisi wahyu Allah SWT dan segala ragam hukum yang terdapat di dalamnya berada diatas hukum apapun yang diciptakan oleh manusia[1], sedangkan istilah pemimpin ialah seseorang yang memiliki kekuasaan penuh untuk membawa serta mengarahkan masyarakat, kelompok dan sebagainya kepada hal-hal yang positif. 
          Pindah dari kedua definisi singkat diatas penulis akan mengulas keterkaitan singkat antara Al-Qur’an yang dijadikan acuan dalam kepemimpinan yang kemudian akan berdampak pada karakteristik pemimpin tersebut. Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman yang artinya:
          "Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya)". (Qs: Al-A’raf :3)
          Dan dalam ayat lain Allah berfirman:
          “Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepadamu peringatan dari Tuhanmu yang dibawa oleh seorang laki-laki di antaramu untuk memberi peringatan kepadamu? dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”. (Qs: Al-A’raf :69).
          Disini dinyatakan bahwa manusia dijadikan pengganti-pengganti (pemimpin, penguasa). Berikut ini adalah beberapa kriteria-kriteria pemimpin menurut Al-Qur’an ialah.

1.      Taat Kepada Allah dan Rasulnya
          Firman Allah SWT, "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya)”. (Qs: An-Nisaa’:59).
          Sekilas, dari potongan ayat diatas mengingatkan bahwa seorang pemimpin haruslah tunduk pada hukum-hukum Allah dan Rasullullah, bukan kepada otoritas hukum selain itu. Karena hal tersebut akan berdampak pada taggung jawab pemimpin yang tengah digariskan Nabi dalam haditsnya yaitu, "Setiap kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang penguasa adalah pemimpin bagi rakyatnya dan bertanggung jawab atas mereka, seorang istri adalah pemimpin di rumah suaminya dan dia bertanggung jawab atasnya. Seorang hamba sahaya adalah penjaga harga tuannya dan dia bertanggung jawab atasnya. (HR Bukhari). Begitu pula dengan ayat yang terkandung dalam surat Yunus ayat 14 yang artinya, Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat”.

2.      Ikhlas
          Dalam Al-Qur’an ikhlas juga menjadi karakteristik seorang pemimpin dan ikhlas disini selain sebagai salah satu dari sekian kriteria pemimpin, juga merupakan kritik terhadap pemimpin yang selalu menuntut hak tanpa peduli akan kewajiban. Adapun intens Ikhlas tentu, yang dimaksud dalam hal ini adalah, posisi seorang pemimpin harus mampu terbuka untuk menerima segala kritikan serta masukan dari apa yang dipimpin (Masyarakat) dengan kata lain ia mampu menjadi selayaknya botol kosong yang siap diisi, mampu menjadi teladan bagi orang lain. Sesuai dengan konteks Ikhlas diatas, Allah swt berfirman yang artinya: Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya menaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”. (Qs: Al-‘Ashr :3).
          Dan Itulah mengapa kesucian sangat diutamakan dan ini tercermin dari kitab-kitab fiqih yang selalu diawali dengan bab-bab Thaharah (kesucian).

3.      Menempatkan Sesuatu Pada Tempatnya
          Sebagai seorang pemimpin, sungguh tidak disahkan jika ia tidak menaruh sesuatu pada tempatnya. Seseorang dengan kemampuan tertentu pada jabatan yang seharusnya, karena penempatan sesuatu pada tempatnya pernah disinggung Rasulullah yang diabadikan dalam hadits yang artinya, "Barang siapa yang menempatkan seseorang karena hubungan kerabat, sedangkan masih ada orang yang lebih Allah ridhoi, maka sesungguhnya dia telah mengkhianati Allah, Rasul-Nya dan orang mukmin". (HR Al Hakim).
          Lagi-lagi humanisme menjadi bahasan dalam kasus ini. Sepanjang penempatan pada tempatnya belum mampu terealisasikan dengan baik, maka ketimpangan-ketimpangan akan acap kali terjadi. Di dunia barat, karena humanisme yang begitu  tinggi, sehingga manusia dijadikan ukuran[2]. Mereka sulit memosisikan kepemimpinan sebagaimana mestinya. Jadi, sebagai seorang pemimpin muslim harus pandai dan cekatan memosisikan diri, antara urusan pribadi dan publik, karena hal ini akan berdampak pada keadilan, ketegasan serta keputusan pemimpin itu sendiri.

4.      Kuat dan Amanah
Jika ditinjau kembali tentang sejarah panjang perjalanan Nabi Muhammad SAW, kuat dan amanah merupakan karakteristik pemimpin yang beliau teladankan kepada para sahabat. Oleh karenanya, seorang pemimpin sejati mampu mengambil apa-apa yang tengah diteladankan Nabi kepada para sahabat dan perintah ini sesuai dengan Kalamullah yang artinya: "Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". (Qs : Al-Qashash: 26).

5.      Profesional
"Sesungguhnya Allah sangat senang pada pekerjaan salah seorang di antara kalian jika dilakukan dengan profesional" (HR : Baihaqi)[3]
Karakteristik terakhir yang penulis paparkan ini merupakan suatu keahlian yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin muslim agar menjadi sosok pemimpin yang berkarakter qur’ani. Tanpa profesionalitas, seorang pemimpin belum sampai pada taraf kepemimpinan yang baku, jika keahlian (memahami al-Qur’an) dalam memimpin
sangat minim.

Solusi Terwujudnya Al-Qur’an Sebagai Fundamen Pemimpin Bangsa

          Agar tercipta suatu ekosistem kepemimpinan yang berkarakter qur’ani, tentu tidak seperti membalikan telapak tangan, melainkan membutuhkan proses yang sangat panjang. Jika hal ini dipikirkan akan sangat sulit untuk dikerjakan. Namun sebalikanya, jika hal ini dijalankan maka akan terasa ringan dan mudah tanpa harus dipikirkan. Diantara solusi yang penulis tawarkan antara lain: Pertama ialah Pembenahan pada pendidikan rumah tangga akan pentingnya pemimpin-pemimpin masa depan yang berasaskan Al-Qur’an. Kedua, keteladanan orang tua akan hal tersebut, Ketiga, menciptakan tradisi yang baik dalam berumah tangga maupun bermasyrakat, dan yang Keempat adalah kembali pada ajaran Al-Qur’an dan Sunnah sebagai rujukan dari setiap tindakan.

          Sebagai suatu kesimpulan, dalam surat Ali-Imran Allah SWT berfirman, “Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka”, (Qs. Al-Imran; 191).
          Dan dalam ayat lain Allah SWT berfirman, “Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan”, (Qs : Qurisy; 4).
          Maka dari kedua ayat singkat diatas mampu menjadi ikhtisar penulisan Esay bahwa, Pemimpin yang menjadikan Al-Qur’an sebagai Fundamen kepemimpinan adalah “mereka yang selalu ingat kepada Allah SWT dalam setiap keadaan dan menjamin bahwa rakyatnya tidak kelaparan dan dihantui rasa takut[4], dengan ini realisasi “Al-Qur’an Sebagai Fundamen Pemimpin Bangsa” dianggap penting, agar terbentuknya pemimpin-pemimpin yang berkarakter al-qur’an yang tunduk kepada aturan-aturan Allah SWT yang telah dijelaskan dalam firman-firman-Nya.

Gontor, Kampus Siman 14 September 2013


[1]. Khalid Ibrahim Jindan, “Teori Pemerintahan Islam Menurut Ibnu Taimiyah”,  Jakarta, Anggota IKAPI, 1994, hal. 54
[2] . Hamid Fahmy Zarkasyi, “Misyikat Refleksi Tentang Islam, Westernisasi dan Libralisasi”, Jakarta, INSIS, 2012, hal. 84.
[3] . Buka; "http://new.drisalah.com/index.php/inspirasi/25-pemimpin-dalam-islam.html".
[4] . Buka; "http://www.youtube.com", (Bachtiar Nasir “Membentuk Pemimpin dan Umat Berkarakter Qur’ani”, seminar Nasional, Universitas Al Azhar Indonesia, 11 Januari 2013). 

0 comments:

Post a Comment